Kultur sekolah
1
1.     Pengertian
kultur sekolah
Istilah kultur berasal dari bahasa
Inggris “culture” yang dalam keseharian disinonimkan dengan istilah “budaya”. Menurut
(Koentjaraningrat, 1983: 183). Dikatakan berbeda sebab budaya berasal dari
bahasa Sanskerta “buddhi”, yang berarti “budi” atau “akal” yang berupa cipta,
rasa, dan karsa, sedangkan kebudayaan adalah hasil dari cipta, rasa, dan karsa
itu. Dari segi antropologi budaya merupakan singkatan dari kebudayaan maka dari
itu budaya dan kebudayaan mempunyai arti yang sama.
a.      kebudayaan
sebagai aktivitas atau tindakan manusia yang berpola sebagai rangkaian
aktivitas manusia dalam suatu masyarakat 
b.     kebudayaan
sebagai hasil karya 
Pengertian ini biasa digunakan dalam
bidang sosial dan antropologi. Pengertian kultur sekolah beraneka ragam  menurut koenjaraningrat 2003:27 "
kebudayaan adalah seluruh sistem gagasan dan rasa, tindakan, serta karya yang
dihasilkan manusia dalam kehidupan bermasyarakat, yang dijadikan miliknya
dengan belajar." 
Berdasarkan definisi tentang budaya,
Zamroni merumuskan pengertian kultur sekolah sebagai pola nilai-nilai,
norma-norma, sikap, ritual, mitos dan kebiasaan-kebiasaan yang terbentuk dalam
perjalanan panjang sekolah, di mana kultur sekolah tersebut dipegang. 
Tujuan pendidikan biasanya dinyatakan
dalam bentuk yang global dan abstrak, dalam undang-undang pendidikan Nasional
merupakan pendidikan yang bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik
agar menjadi orang yang beriman dan bertqwa kepada tuhan yang maha esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri serta menjadi warga
negara yang demokratis.
Kebudayaan adalah hal pengetahuan
yang harus di miliki setiap makhluk sosial untuk memahami dan menginterpretasi
lingkungan dan pengalamannya, serta landasan bagi tingkah lakunya. Suatu
kebudayaan tidak hanya di miliki seorang individu akan tetapi kebudayaan juga
dimiliki setiap kelompok atau suatu golongan sosial, penyebaran kebudayaan akan
di turunkan ke generasi-generasi penerusnya proses yang dilakukan melalui
belajar dan simbol-simbol dalam bentuk terucapkan. Setiap kelompok mempunyai
cara yang berbeda untuk mengetahui kebudayaan yang dimana tidak akan sama
dengan kelompok lainnya, sebab dari perbedaan tersebut adalah daru suatu proses
belajar yang berbeda serta lingkungan yang ada. 
Kultur sekolah diharapakan bisa
memperbaiki mutu sekolah, kinerja sekolah dan ciri sehat, aktif, positif serta
profesional. Jadidalam hal ini dinamika kultur sekolah adalah budaya yang ada
dikehidupan sekolah yang berjalan dengan terus menerus yang dapat mengubah pola
perilaku. Dinamika juga dapat menghadirkan konflik jika sekolah bisa menghadapi
nya makanya akan menjadi positif.
2.     Karakteristik
kultur sekolah
Kultur sekolah diharapkan bisa
memperbaiki mutu sekolah yang ada, kinerja sekolah, serta mutu kehidupan yang
ada di sekolah yang sangat di harapkan memiliki ciri yang sehat yang aktif,
positif dan profesional. Kemudian yang perlu sekolah diperkecil adalah tanpa
adanya kultur anarkis, negatif, beracun bias dan dominatif. Dengan itu maka
kultur sekolah akan mapu terus berkembang. 
Kultur-kultur yang direkomendasikan
depdiknas untuk di kembangkan antara lain : 1. Kultur yang terkait
prestasi/kualitas diantaranya ialah : a. Adanya semangat untuk membaca dan
mencari referensi, b. Keterampilan siswa mengkritis data dan memecahkan masalah
hidup, c. Kecerdasan emosional siswa, d. Keterampilan komunikasi siswa baik
secara lisan maupun tertulis, e. Kemampuan siswa untuk berfikir obyektif dan
sistematis. : 2. Kultur yang terkait dengan kehidupan sosia diantaranya ialah :
a. Nilai keimanan dan ketaqwaan, b. Nilai keterbukaan, c. Nilai kejujuran, d.
Nilai semangat hidup, e. Nilai semangat belajar, f. Nilai menyadari diri
sendiri dan orang lain, g. Nilai menghargai orang lain, h. Nilai persatuan dan
kesatuan, i. Nilai untuk slalu bersikap dan berprasangka positif, j. Nilai
disiplin diri, k. Nilai tanggung jawab, l. Nilai kebersamaan, m. Nilai saling
percaya, n. Nilai yang sesuai dengan kondisi sekolah. ( Depdiknas direktorat
pendidikan menengah umum 2003 : 25-26). 
3.     Identifikasi
kultur sekolah
Kotter dalam (Depdiknas Direktorat
Pendidikan Menengah Umum, 2003: 7-8) memberikan gambaran tentang budaya dengan
melihat dua lapisan. Lapisan pertama sebagian dapat diamati dan sebagian tidak
teramati seperti: arsitektur, tata ruang, eksterior dan interior, kebiasaan dan
rutinitas, peraturan-peraturan, cerita-cerita, upacara-upacara, ritus-ritus,
simbol, logo, slogan, bendera, gambar-gambar, tanda-tanda, sopan santun, cara
berpakaian, dan yang serupa dapat diamati langsung, dan hal-hal yang berada di
balik yang tampak itu tidak kelihatan, tidak dapat dimaknai dengan segera.
Lapisan pertama budaya berupa norma-norma kelompok atau cara-cara tradisional
berperilaku yang telah lama dimiliki kelompok, umumnya sukar diubah dan biasa
disebut artifak. 
Lapisan kedua merupakan nilai bersama
yang di anut kelompok yang penting baik dan benar, lapisan pertama yang intinya
menganut nilai norma kehidupan yang sukar diubah, lapisan ke dua intinya nilai
keyakinan yang sukar di ubah dan butuh waktu untuk mengubahnya. Lapisan yang
ada di kultur sekolah berupa nilai-nilai serta keyakinan-keyakinan yang ada di
sekolah ini adalah merupakan ciri utama sekolah, lapisan yang paling dalam kultur
sekolah adalah asumsi-asumsi yang terdiri dari nilai-nilai,
keyakinan-kayakinan, simbol-simbol yang terus menerus berdampak terhadap
perilaku warga sekolah. 
menurut Jumadi (2006: 4-5) Kultur
sekolah ada Yang bersifat postitif, negatif, dan netral. Kultur yang bersifat
positif yaitu kultur yang pro ( mendukung ) kualitas pendidikan. Contoh nya
kerjasama memcapai prestasi, kultur bersifat negatif yaitu kultur yang kontra
(menghambat) peningkatan kualitas pendidikan. Sebagai contoh banyak jam
pelajaran yang kosong, kultur bersifat netral yaitu kultur yang tidak mendukung
maupun menghambat peningkatan kualitas pendidikan. Sebagai contoh arisan
keluarga sekolah, seragam guru, dan sebagainya. Kultur sekolah merupakan aset
yang bersifat abstrak, bersifat unik, dan senantiasa berproses dengan dinamika
yang tidak sama antara satu sekolah dengan sekolah yang lain. Artifak, Nilai,
Keyakinan : Artifak : Perilaku verbal, perilaku non verbal, benda hasil budaya.
Nilai : mutu, disiplin, toleransi, dan sebagainya, Keyakinan : tidak kalah
dengan sekolah lain bila mau bekerja keras.
Peran kepala sekolah adalah
meciptakan dan mendukung kultur yang diperlukan untuk menguatkan sikap yang
efektif yang dikerjakan disekolah, agar pencapaian kultur sekolah yang positif
maka kepala sekolah harus telaah dalam memimpin sekolah. Keberadaan siswa dalam
proses belajar mengajar di sekolah mempunyai peranan yang tidak kecil dalam kelangsungan
pendidikan di sekolah. Guru dapat saja mengajar meskipun tidak ada bangku,
tidak ada ruang kelas, tidak ada buku dan tidak ada alat peraga. Tapi guru
tidak dapat mengajar tanpa ada siswa yang terlibat, baik langsung maupun tidak
langsung. Membangun kegiatan pengajaran dan pendidikan di sekolah tidak saja
berarti membangun kinerja guru melainkan juga kinerja siswa. Pada hakikatnya
merekalah yang pemilik sekolah, sekolah dan segenap komponen harus membantu
dalam proses belajar siswa. 
Pelajaran sekolah lanjut tingkat atas
(SLTA) merupakan generasi muda dan aset bagi bangsa agar memiliki watak dan
karakter yang unggul dan tangguh serta memiliki komitmen terhadap kewajiban
sebagai individu maupun anggota masyarakat. Pada umumnya mereka berada pada masa
pertumbuhan yang sangat sensitif untuk mencari jati diri dalam membentuk watak
dan karakter. Zamroni (2001: 25) menyatakan, pendidikan merupakan proses
pembudayaan atau ”enculturation”, suatu proses untuk mentasbihkan seseorang
mampu hidup dengan budaya tertentu.
Konsep Rintisan SMP-BI (RSBI) Rintisan
Sekolah Menengah Pertama Bertaraf Internasional, Adapun dua model
penyelenggaraan bagi sekolah negeri, yaitu: 1. Rintisan SMP-BI sebagaimana
Sekolah Standar Nasional (SSN) yang merupakan program yang dibina langsung oleh
pusat serta direncanakan dalam jangka waktu tiga tahun, khususnya dalam
pemberian dana bantuan. 2. Rintisan SMP-BI “Mandiri” yang merupakan program
yang dibina dan dibiayai langsung oleh Pemda Provinsi, Pemda Kabupaten atau
Kota, dan komite sekolah atau bersama-sama (pemerintah pusat tidak memberikan
bantuan pendanaan, tetapi bisa melakukan kontrol kualitas) (Depdiknas, 2008:
47).
SBI pada dasar nya sudah memenuhi
seluruh standar nasional pendidikan yang ada dengan keunggulan yang bermutu yang
berasal dari negara anggota yaitu Organization for Economic Co-Operation and
Development (OECD) atau negara maju lainnya, sementara itu bagi rintisan SBI
diharapkan dapat memenuhi SNP dan dapat mencapai IKKT dengan kemampuan yang di
capai oleh sekolah. 
Adapun aspek-aspek yang harus
dilembangkan rencana pembangunan sekolah (RPS) yaitu :
A. Standar Kompeteisi Lulusan (SKL),
dengan hasil yang diharapkan. 
B. Kurikulum, dengan hasil yang
diharapkan.
C. Proses Belajar Mengajar (PBM),
dengan hasil yang diharapkan.
D. Tenaga Pendidik dan Kependidikan,
dengan hasil yang diharapkan.
E. Sarana dan Prasarana, dengan hasil
yang diharapkan.
F. Manajemen, dengan hasil yang
diharapkan.
G. Pembiayaan, dengan hasil yang
diharapkan.
H. Penilaian, dengan hasil yang diharapkan.
Berdasarkan aspek-aspek diatas bahwa
konsep sekolah taraf internasional merupqkan sekolah yang memproses
penyelenggara dan pengelola yang telah memenuhi standar nasional yang meliputi prasarana
pendidikan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar pembiayaan,
standar pengelolaan, dan standar penilaian.
4.     Kerangka
pikir  
Pembangunan sekolah yang bermutu
yaitu membangun sekolah dengan kekuatan utama yang dimiliki oleh sekolah,
mamahami kultur sekolah merupakan modal dasar yang akan dimiliki melalui
pemahaman akan diketahui visi, misi, tujuan dan tindakan proses disekolah
tersebut. Kultur sekolah yang baik akan siap dan mampu meningkatkan sekolahnya
menjadi sekolah bermutu, yang meliputi artifak, nilai dan keyakinan, serta
asumsi. Dari seluruh rangkaian tersebut akan dicapai sekolah yang bermutu atau
berkualitas.
Komentar
Posting Komentar